Kata orang, semua bermula dari ketidaktahuan. Begitu juga yang aku alami. Aku tidak tahu kemana langkahku ini akan membawaku pergi. Aku tidak tahu apa yang aku tuju. Aku tidak tahu apa yang aku cari. Yang aku tahu hanyalah, aku sedang mencari.
Kadang aku merasa dalam keadaan terkekang. Aku tak bisa mengungkapkan. Aku tak bisa berteriak. Padahal aku sangat ingin berteriak.
Aku terus mencari, tapi samasekali tak kutemukan. Aku takut memilih. Aku takut pilihanku salah. Aku takut itu nanti tak akan membahagiakan orang tuaku. Aku menyadari, aku tak sama seperti teman-temanku. Aku berbeda.
Tadi siang, ketika sedang dalam perjalanan pulang, aku berkenalan dengan seorang tukang becak tua. Usia nya mungkin sama dengan eyangku. Ternyata, cucunya adalah kakak kelasku di sekolah.
Pak Tukang Becak : “SMP 9, dik?”
Aku : “Iya, pak. Kenapa?”
Pak Tukang Becak : “Kelas berapa ?”
Aku : “Delapan, pak. Kelas dua.”
Pak Tukang Becak : “Ooh.. cucu saya di SMP 9 juga.”
Aku : “Oh iya toh pak? Namanya siapa?”
Pak Tukang Becak : “Namanya ………… ya itu cucu saya. Kalo adiknya kenal, ya itu cucu saya. Cucu tukang becak, hehehe …”
Hmm, baru siang itu aku menyadari bahwa semuanya terlihat sama di sekolah. Kita tak pernah tahu beban seseorang. Sekalipun dia berkata tak apa-apa, tapi pasti ada yang disembunyikannya. Maksud yang ingin aku sampaikan adalah, aku tetap aku diluar sana. Tapi aku bukan orang yang sama dalam diriku. Orang yang sebenarnya ingin berontak untuk mencari tahu apa yang sedang kucari.
Dan dalam perjalanan tadi, aku juga melihat teman Bapak Tukang Becak tadi. Kaki kirinya terluka. Tapi ia tetap bekerja. Walau kakinya itu dibungkus oleh kain kassa, tapi aku tahu teman Bapak Tukang Becak itu sangat tidak nyaman. Sekalipun ia tetap tersenyum dan melambai pada si Bapak Tukang Becak.
0 komentar:
Posting Komentar