About Me

Foto saya
Addicted to flower, candle, coffee, and rain!

habitat#1

Kamis, 12 Juli 2012

| | | 0 komentar
Night night blog! Long time no see. Kali ini, kali-yang-amat-jarang-sekali, aku mau bahas tentang kota kelahiranku, kota tempat tinggalku at least since I can cry hehehe
~~~
Keluargaku asli Jogja. Semua bisnis keluarga pun juga ada di Jogja. Semua keluarga besar tumpah ruah mak blek di Jogja. Walapun nggak dipungkiri yang di luar Jogja juga banyak. Tapi bisa diitung jari yang nggak tinggal di Jogja. Lahir di keluarga yang notabene berdomisili di Jogja emang bikin aku sangat-Jogja-sekali. Contohnya adalah sering mlengse(dibaca: tiba-tiba berubah halauan) ngomong pake bahasa jawa kalo lagi ngobrol sama temen, suka makan lauk yang manis (katanya orang Jogja suka makanan yang manis-manis, nyampe lauk aja manis, ex: Gudeg!), dan yang paling penting adalah orang Jogja(read: Jawa) susah buat ninggalin sanak-saudaranya atau tanah kelahirannya ini. Buat point terakhir itu yang sering banget 'nyentil' telinga.

Aku yang semakin besar semakin banyak temen, sering banget liat di status twitter orang atau di personal message bbm atau di status fb 'bosen di Jogja' 'Jogja gini-gini aja, bosen!' 'nggak pengen balik Jogja' 'di Jogja bikin hidupku suram'. Nahhh kata-kata semacam itu yang kadang bener-bener nyentil perasaan sebagai orang Jogja asli. Nggak, aku nggak memungkiri kalo emang keinginan buat keluar Jogja itu ada. Bahkan cita-citaku buat jadi dokter pun aku nggak mau jadi dokter di Jawa. Tapi aku nggak pernah segitu bencinya sama Jogja. Mungkin karena dalam darahku mengalir darah orang Jogja? who knows ;)

Momen yang bener-bener bikin aku bersyukur tinggal dan hidup di Jogja adalah.................air-nya yang tergolong dalam kategori bersih! Suatu ketika aku umroh sama eyangku sama mamaku sama adekku. Disana, kulitku merah-merah kayak semacam alergi. Aku sadar kulitku kayak gitu karena gak cocok sama air di Saudi yang merupakan air sulingan dari laut merah asli! yappp sejak itu aku mulai menyadari betapa berharganya air dan betapa indahnya hidup di Jogja!

Aku juga cinta kebudayaan Jogja. Walaupun aku sering ngeliat langsung kebudayaan disini, dan walaupun keluarga papaku ber-wirausaha dibidang-yang-menyangkut-ke-kebudayaan, aku bener-bener ngerasa ada aja hal yang nggak bikin bosen. Aku sering banget masuk pasar, Beringharjo apalagi. Tapi ketika aku jalan-jalan jadi turis disana dan bukannya lagi jagain toko, aku bener-bener ngerasain atmosfer yang beda. Orang-orang innocent yang cuma menyerukan 'monggo mbak, monggo buk' 'ditingali rumiyin' dsb dsb dsb, dan betapa indahnya menyaksikan sedikit-demi-sedikit kebahagiaan yang menggerakkan roda perekonomian orang Jogja, saat itulah aku bener-bener cinta kota ini.

Apa aja yang murah, tingkat kriminalitas yang masih tergolong rendah, suasana yang mendukung buat belajar, dannnnnn sekarang juga banyak kok cafe buat 'kongkow' yang nggak kalah oke kayak di kota-kota impian-impian kalian itu. Jadi, selagi masih sekolah dan masih dalam keadaan tentram (read: tinggal sekolah, belajar, main) buang deh pikiran 'pengen pergi jauh dari Jogja'-mu itu!

Cheers Up! :) 

THAT'S WHY I NEVER CRY AGAIN

Jumat, 20 Januari 2012

| | | 0 komentar
Aku mengalami banyak kemajuan sejak mengenalmu. Kemajuan yang kemudian akan berakhir kemunduran. Kau tentu mengerti, bagaimana pesonamu bagiku. Bukan, kau bukan indah yang selama ini kulihat. Kau, indah yang selama ini kurasa. Kadang hanya menatapmu aku mampu diam membisu. Terpaku. Semua yang berawal dari kebiasaan ini kusebut kebetulan. Kebetulan aku mengenalmu dan kebetulan kau berkenalan denganku. Kau yang memang telah memiliki rasa yang bukan hanya secuil saja untuknya, kemudian membuatku mencintaimu. Aku, mencintai bayanganmu. Lantas aku bingung. Harus kuapakan rasa yang baru saja tumbuh itu? Apakah memangkasnya sampai ke akar-akar? Tidak, aku tak mampu memangkasnya. Tuhan memberikannya untukku. Lama aku hanya terdiam, menikmati semua rasa yang ternyata terus berkembang. Dari secuil, kemudian segenggam, dan terus terus membesar. Semua kusimpan dalam diam.
Aku pun kemudian hidup dalam kebohongan. Mengaku membencimu agar semua rasa tak terbongkar. Tetapi membencimu tidak membuahkan hasil yang bagus untukku. Aku masih terus mencintaimu. Menatap diam, terpaku sendirian saat kulihat wajahnya tersenyum senang karenamu. Luka. Hal yang menyakitkan itu, kemudian kusebut luka.
Aku kerap terluka. Itu perkataan klise orang yang terus meratapi nasibnya sepertiku. Mencintai bayangan. Bah! Apapula bayangan itu?
Aku tak akan menceramahi panjang-lebar tentang bagaimana luka itu dapat sembuh atau bagaimana kau dapat mengatasi luka yang ada. Lukaku, sembuh seiring berjalannya waktu. Ya, berjalannya waktu. Aku menikmati setiap perih yang ada. Hingga aku lelah untuk terus tersiksa. Nyaris kuteteskan air mata saat menulis ini. Tetapi semua tertahan. Air mataku telah mampu menahan dirinya sendiri. Aku lelah.